Kisah cinta Ali bin Abi
thalib dan Fathimah Azzahra adalah salah kisah cinta yang penuh romantika dan
keberkahan dari Allah. Bahkan Rasulullah pernah bersabda ” Allah menyuruh
menikahkan Fatimah dengan Ali ” (Diriwayatkan oleh Thabrani).
Sosok Ali adalah lelaki
sebenarnya, sifat baiknya melebihi matahari waktu dhuha. Menyibak semua
masalah. Istananya hanya gubuk tua. Pedang berkilau harta kekayaannya.
Begitulah seorang pujangga menggambarkan sosok Ali dalam syairnya.
Sementara Fatimah Azzahra
adalah teladan bagi wanita. Ayahnya adalah manusia terbaik yang diciptakan
Allah sebagai rahmat bagi alam semesta, dan Ibunya adalah sebaik-baik
wanita..Setiap langkahnya selalu memancarkan cahaya.
Saat meminang Fatimah, Ali
menjual sebagian barang miliknya, termasuk rompi perang. Inilah yang menjadi
mas kawin Ali kepada Fatimah. Semuanya bernilai 480 dirham. Dari jumlah itu,
Rasulullah menyuruh menggunakan 2/3 nya untuk membeli wangi-wangian dan 1/3 nya
untuk membeli pakaian.
Kehidupan rumah tangga mereka
sangat sederhana. Sebuah rumah tanpa perabotan apapun. Hanya beralas tidur
kulit domba, satu bantal berisi serabut korma. Bahkan fatimah pernah
menggadaikan kerudungnya kepada seorang Yahudi Madinah untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangganya. Namun Maha Suci Allah yang telah menjaga kebersihan rumah
tangga Fatimah secara fisik dan ruhani.
Ali ra. berkata, ” Aku
menikah dengan fatimah. Kami tidak memiliki alas tidur kecuali selembar kulit
domba. Malam hari kami pergunakan sebagai alas tidur dan siang harinya kami
jemur. Kami tidak memiliki pembantu, pekerjaan rumah tangga ditangani oleh
fatimah. ketika fatimah pindah kerumahku, Rasulullah membawakan selimut, bantal
kulit berisi serabut kurma, dua gilingan tepung, satu gelas, dan kantong susu.
Saking seringnya menggiling tepung, sampai berbekas pada tangan Fatimah, dan
saking seringnya membersihkan rumah sehingga pakaiannya penuh debu, dan saking
seringnya menyalakan tungku sampai pakaiannya penuh arang ” (dikutip dari 35
Shiroh Shahabiyah, Mahmud Al-Mishri)
Rasulullah SAW memberikan
perhatian yang tinggi agar setiap istri berkhidmat kepada suaminya, seperti
nasihat beliau kepada Fatimah. Beliau bersabda :
” Wahai Fatimah, wanita
yang membuat tepung untuk suami dan anak-anaknya, Allah pasti menetapkan pada
saat setiap biji tepung itu, kebaikan, menghapus kejelekannya dan meningkatkan
derajatnya”
” Wahai Fatimah, yang lebih
utama dari seluruh keutamaan yang di sebutkan di atas adalah keridhaan suami
atas istrinya. Andaikan suamimu tidak meridhoimu, maka aku tidak akan
mendoakanmu. Ketahuilah wahai fatimah bahwa kemurkaan suami adalah kemurkaan
Allah Ta’ala.”
“Wahai Fatimah, tidaklah
wanita berkhidmat melayani suaminya sehari semalam dengan rasa suka dan penuh
keikhlasan serta niat yang benar, melainkan Allah mengampuni dosa-dosanya dan
memakaikan kepadanya pada hari kiamat dengan pakaian yang hijau gemerlap, dan
menetapkan baginya setiap rambut di tubuhnya seribu kebaikan, dan Allah
memberinya pahala seratus ibadah haji dan umrah.”
“Wahai Fatimah tidaklah
wanita yang tersenyum kepada suaminya, melainkan Allah akan memandangnya dengan
pandangan kasih sayang.”
” Wahai Fatimah, tidaklah
wanita yang membentangkan tempat tidur untuk suaminya dengan senang hati,
melainkan malaikat pemanggil dari langit akan menyerunya untuk menghadapi
amalnya dan Allah mengampuni dosanya yang sudah lalu dan akan datang”
” Wahai Fatimah, tidaklah
seorang wanita yang meminyaki rambut serta janggut suaminya, dan mencukur
kumisnya dan memotong kukunya, melainkan Allah memberikan kepadanya arak yang
masih tertutup, murni dan belum terbuka dari sungai-sungai dalam surga Allah.
Allah akan mempermudah sakaratul mautnya, kuburnya akan ditemui sebagai
taman-taman surga. Dan Allah menetapkan baginya bebas dari neraka dan dapat
melewati shirat.”
Ibnu Mas’ud ra, berkata,
Nabi SAW bersabda : ” Apabila seorang perempuan mencucikan pakaian suaminya,
maka Allah mencatat baginya seribu kebaikan dan mengampuni kesalahannya bahkan
segala sesuatu yang disinari oleh matahari memintakan ampunan baginya, serta Allah
mengangkat 1000 derajat baginya “
Salman Al Farisi
meriwayatkan, bahwa suatu ketika Fatimah ra. berkunjung kepada Rasulullah.
Ketika Rasulullah SAW melihatnya, kedua mata Fatimah mencucurkan air mata dan
roman mukanya berubah. Kemudian Nabi SAW bertanya : ” Mengapa engkau hai
anakku?” Fatimah ra. menjawab : ” Wahai Ayahku, tadi malam aku dan Ali
bergurau, dan timbul percakapan yang menyebabkan dia marah kepadaku, karena
kata-kata yang terlontar dari mulutku. Ketika aku melihat bahwa Ia marah, aku
menyesal dan merasa susah, kemudian aku berkata kepadanya :
” Wahai kekasihku, kesayanganku, relakanlah akan kesalahanku, seraya aku
mengelilinginya dan merayunya sebanyak tujuh puluh dua kali, sehingga dia
menjadi rela dan tertawa kepadaku dengan segala kerelaannya, sedang saya tetap
merasa takut kepada Tuhanku “
Rasullullah bersabda kepada
Fatimah ra ” Hai anakku , demi Dzat yang telah mengutusku sebagai Nabi dengan
dien yang benar, sesungguhnya jika sekiranya engkau mati sebelum Ali rela
kepadamu, maka aku tidak akan menshalati mayatmu. ” Kemudian beliau bersabda
lagi : ” wahai anakku tidakkah engkau mengetahui bahwa kerelaan seorang suami
itu merupakan kerelaan Allah dan kemarahan seorang suami itu juga merupakan
murka Allah. Wahai anakku, seorang wanita yang beribadah betul-betul seperti
ibadahnya Maryam putri Imran, lalu suaminya tidak rela kepadanya, maka Allah
tidak akan menerima (ibadahnya). Wahai anakku amal yang paling utama bagi para
wanita ialah ketaatan kepada suaminya dan sesudah itu tidak ada lagi amal yang
paling utama daripada bercumbu (dengan suami). Wahai anakku, duduk satu jam
dalam bercumbu dengan suami, lebih baik bagi mereka daripada ibadah satu tahun,
dan dicatat tiap-tiap pakaian yang dikenakan pada waktu bercumbu, seperti
pahalanya seorang mati syahid. wahai anakku, sesungguhnya seorang wanita jika
bercumbu sehingga memakaikan pakaian untuk suami dan anak-anaknya, maka sudah
pasti baginya syurga dan Allah memberikan kepadanya tiap-tiap yang dikenakan
dari beraneka pakaian dan sebuah kota di surga.”
” Wahai kekasihku, kesayanganku, relakanlah akan kesalahanku, seraya aku mengelilinginya dan merayunya sebanyak tujuh puluh dua kali, sehingga dia menjadi rela dan tertawa kepadaku dengan segala kerelaannya, sedang saya tetap merasa takut kepada Tuhanku “