BONUS DEMOGRAFI
Indonesia
diprediksi akan mendapat bonus di tahun 2020-2030. Bonus tersebut adalahBonus
Demografi, dimana penduduk dengan umur produktif sangat besar sementara
usia muda semakin kecil dan usia lanjut belum banyak.
Berdasarkan
paparan Surya Chandra, anggota DPR Komisi IX, dalam Seminar masalah
kependudukan di Indonesia di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bahwa
jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) pada 2020-2030 akan mencapai 70
persen, sedangkan sisanya, 30 persen, adalah penduduk yang tidak produktif (di
bawah 15 tahun dan diatas 65 tahun ). Dilihat dari jumlahnya, penduduk usia
produktif mencapai sekitar 180 juta, sementara nonproduktif hanya 60 juta.
Bonus demografi
ini tentu akan membawa dampak sosial – ekonomi. Salah satunya adalah
menyebabkan angka ketergantungan penduduk, yaitu tingkat penduduk produktif
yang menanggung penduduk nonproduktif (usia tua dan anak-anak) akan sangat
rendah, diperkirakan mencapai 44 per 100 penduduk produktif.
Hal ini sejalan
dengan laporan PBB, yang menyatakan bahwa dibandingkan dengan negara Asia
lainnya, angka ketergantungan penduduk Indonesia akan terus turun sampai 2020.
Tentu saja ini
merupakan suatu berkah. Melimpahnya jumlah penduduk usia kerja akan
menguntungkan dari sisi pembangunan sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi
ke tingkat yang lebih tinggi. Impasnya adalah meningkatkannya kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan.
Namun berkah ini
bisa berbalik menjadi bencana jika bonus ini tidak dipersiapkan kedatangannya.
Masalah yang paling nyata adalah ketersedian lapangan pekerjaan. Yang menjadi
pertanyaan adalah apakah negara kita mampu menyediakan lapangan pekerjaan untuk
menampung 70% penduduk usia kerja di tahun 2020-2030?
Kalau pun lapangan
pekerjaan tersedia, mampukah sumber daya manusia yang melimpah ini bersaing di
dunia kerja dan pasar internasional?
Berkaca dari fakta
yang ada sekarang, indeks pembangunan manusia atau human development index
(HDI) Indonesia masih rendah. Dari 182 negara di dunia, Indonesia berada di
urutan 111. Sementara dikawasan ASEAN, HDI Indonesia berada di urutan enam dari
10 negara ASEAN. Posisi ini masih di bawah Filipina, Thailand, Malaysia, Brunei
dan Singapura. Tingkat HDI ini terbukti dari tidak kompetitifnya.pekerja
Indonesia di dunia kerja baik di dalam ataupun luar negeri. Paling banter,
pekerja Indonesia di luar negeri adalah menjadi pembantu. Ujung-ujungnya
disiksa dan direndahkan. Untuk tingkat dalam negeri sekali pun, pekerja
indonesia masih kalah dengan pekerja asing. Hal ini ditandai dari banyaknya
peluang kerja dan posisi strategis yang malah ditempati tenaga kerja asing.
Permasalah
pembangunan sumber daya manusia inilah yang harusnya bisa diselesaikan dari
sekarang, jauh sebelum bonus demografi datang. Jangan sampai hal yang menjadi
berkah justru membawa bencana dan membebani negara karena masalah yang
mendasar: kualitas manusia!
Kenyataannya
pembangunan kependudukan seoalah terlupakan dan tidak dijadikanunderlined
factor. Padahal pengembangan sumber daya manusia yang merupakan investasi
jangka panjang yang menjadi senjata utama kemajuan suatu bangsa.
Dalam hal ini
pemerintah harus mampu menjadi agent of development dengan
cara memperbaiki mutu modal manusia, mulai dari pendidikan, kesehatan,
kemampuan komunikasi, serta penguasaan teknologi. Solusi lainnya bisa dengan
memberikan keterampilan kepada tenaga kerja produktif sehingga pekerja tidak
hanya bergantung pada ketersediaan lapangan pekerjaan tapi mampu menciptakan
lapangan pekerjaan itu sendiri. Selain itu pemerintah juga harus mampu menjaga
ketersediaan lapangan pekerjaan, menjaga aset-aset Negara agar tidak banyak
dikuasai pihak asing yang pastinya akan merugikan dari sisi peluang kerja.
Bukan hanya
pemerintah, masyarakat juga harus menjadi pendukung utama pembangunan mutu
manusia dengan cara menyadari pentingnya arti pendidikan, kesehatan dan
aspek-aspek yang dapat mengembangkan kualitas manusia itu sendiri.
opini :
Bonus demografi
ini sangat bagus untuk mensejahterakahan masyarakat indonesia, karena pada
tahun yang sudah diprediksikan jumlah produktifnya semangkin meningkat dan
menguntungkan dari sisi pembangunan, tetapi bisa juga menjadi masalah apabila
kita tidak bisa menyikapi masalah ini dengan sebaik-baiknya dan kurangnya
sumber daya manusia dari kita yang berkualitas tinggi. Maka dari itu persiapkan
diri kita mulai dari sekarang terutama untuk orang-orang yang sudah memasuki
usia produktif dan siap kerja agar kita dapat bersaing dengan dunia kerja dan
pasar internasional. Dan disiapkan juga untuk pemerintah agar memperbanyak
lapangan pekerjaan pada tahun yang diprediksikan tersebut agar meminimalkan
pengangguran pada tahun tersebut.
PERDAGANGAN
INTERNASIONAL
Perdagangan
internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara
dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang
dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara
individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan
pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi
salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP.
Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.
Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.
Menurut Amir M.S., bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor.
Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan.
1. AFTA
Asean
Free Trade Area (AFTA) adalah bentuk dari kerjasama perdagangan dan ekonomi di
wilayah ASEAN yang berupa kesepakatan untuk menciptakan situasi perdagangan
yang seimbang dan adil melalui penurunan tarif barang perdagangan dimana tidak
ada hambatan tariff (bea masuk 0 – 5 %) maupun hambatan non tariff bagi
negara-negara anggota ASEAN.
AFTA
disepakati pada tanggal 28 Januari 1992 di Singapura. Pada awalnya ada enam negara yang
menyepakati AFTA, yaitu: Brunei
Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Vietnam bergabung dalam AFTA tahun 1995,
sedangkan Laos dan Myanmar pada tahun 1997,
kemudian Kamboja pada tahun 1999.
Tujuan
AFTA adalah meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan
menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia, untuk menarik investasi
dan meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN. Dalam kesepakatan, AFTA
direncanakan berpoerasi penuh pada tahun 2008 namun dalam perkembangannya
dipercepat menjadi tahun 2003.
Mekanisme
utama untuk mencapai tujuan di atas adalah skema “Common Effective Preferential
Tariff” (CEPT) yang bertujuan agar barang-barang yang diproduksi di antara
negara ASEAN yang memenuhi ketentuan setidak-tidaknya 40 % kandungan lokal akan
dikenai tarif hanya 0-5 %. Anggota ASEAN mempunyai tiga pengecualian CEPT dalam
tiga kategori :
(1)
pengecualian sementara,
(2)
produk pertanian yang sensitif
(3)
pengecualian umum lainnya (Sekretariat ASEAN 2004)
Untuk
kategori pertama, pengecualian bersifat sementara karena pada akhirnya
diharapkan akan memenuhi standar yang ditargetkan, yakni 0-5 %. Sedangkan untuk
produk pertanian sensitif akan diundur sampai 2010. Dapat disimpulkan, paling
lambat 2015 semua tarif di antara negara ASEAN diharapkan mencapai titik 0 %.
AFTA
dicanangkan dengan instrumen CEPT, yang diperkenalkan pada Januari 1993. ASEAN
pada 2002, mengemukakan bahwa komitmen utama dibawah CEPT-AFTA hingga saat ini
meliputi 4 program, yaitu :
1.
Program pengurangan tingkat tarif yang secara efektif sama di antara negara-
negara ASEAN hingga mencapai 0-5 persen.
2.
Penghapusan hambatan-hambatan kuantitatif (quantitative restrictions)
dan hambatan-hambatan non-tarif (non tariff barriers).
3.
Mendorong kerjasama untuk mengembangkan fasilitasi perdagangan terutama di
bidang bea masuk serta standar dan kualitas.
4.
Penetapan kandungan lokal sebesar 40 persen.
Dalam
menghadapi AFTA, Indonesia sebagai salah satu Negara anggota ASEANmasih
memiliki beberapa kendala yang menunjukan ketidaksiapan kita dalam menghadapi
AFTA, diantanya adalah; dari segi penegakan hukum, sudah diketahui bahwa sektor
itu termasuk buruk di Indonesia. Jika tak ada kepastian hukum, maka iklim usaha
tidak akan berkembang baik, yang mana hal tersebut akan menyebabkana biaya
ekonomi tinggi yang berpengaruh terhadap daya saing produk dalam pasar
internasional.
Faktor lain
yang amat penting adalah lembaga-lembaga yang seharusnya ikut memperlancar
perdagangan dan dunia usaha ternyata malah sering diindikasikan KKN. Akibat
masih meluasnya KKN dan berbagai pungutan yang dilakukan unsure pemerintah di
semua lapisan, harga produk yang dilempar ke pasar akan terpengaruhi. Otonomi
daerah yang diharapkan akan meningkatkan akuntabilitas pejabat publik dan
mendorong ekonomi lokal ternyata dipakai untuk menarik keuntungan
sebanyak-banyaknya dari dunia usaha tanpa menghiraukan implikasinya. Otonomi
malah menampilkan sisi buruknya yang bisa mempengaruhi daya saing produk
Indonesia di pasar dunia.
Persoalan
lain yang harus dihadapi adalah kenyataan bahwa perbatasan Indonesia sangat
luas, baik berupa lautan maupun daratan, yang sangat sulit diawasi. Akibatnya,
terjadi banjir barang selundupan yang melemahkan daya saing industri nasional.
Miliaran dolar amblas setiap tahun akibat ketidakmampuan menjaga perbatasan
dengan baik. Menurut taksiran kemampuan TNI-AL, sekitar 40 persen dari
seharusnya digunakan untuk mengamankan lautan akibat kekuarangan dana dan
sarana yang lain. Kendala utama bagi masyarakat Indonesia adalah mengubah pola
pikir, baik di kalangan pejabat, politisi, pengusaha, maupun tenaga kerja.
Mengubah pola pikir ini sangat penting bagi keberhasilan kita memasuki AFTA.
Namun,
selain menghadapi berbagai persoalan, AFTA jelas juga membawa sejumlah
keuntungan. Pertama, barang-barang yang semula diproduksi dengan biaya tinggi
akan bisa diperoleh konsumen dengan harga lebih murah. Kedua, sebagai kawasan
yang terintegrasi secara bersama-sama, kawasan ASEAN akan lebih menarik sebagai
lahan investasi. Indonesia dengan sumber daya alam dan manusia yang berlimpah
mempunyai keunggulan komparatif. Namun, peningkatan SDM merupakan keharusan.
Ternyata, kemampuan SDM kita sangat payah dibandingkan Filipina atau Thailand.
Berdasarkan
peraturan Pemerintah Nomer 63 tahun 1999, pihak asing dimungkinkan untuk
mempunyai saham hampir 99 persen. Jadi jika ingin menambah sahamnya, sedangkan
partner lokalnya tidak mampu, maka saham partner lokal menjadi terdivestasi.
DAMPAK AFTA
Ada banyak dampak suatu perjanjian
perdagangan bebas, antara lain spesialisasi dan peningkatan volume perdagangan.
Sebagai contoh, ada dua negara yang dapat memproduksi dua barang, yaitu A dan
B, tetapi kedua negara tersebut membutuhkan barang A dan B untuk dikonsumsi.
Secara
teoretis, perdagangan bebas antara kedua negara tersebut akan membuat negara
yang memiliki keunggulan komparatif (lebih efisien) dalam memproduksi barang A
(misalkan negara pertama) akan membuat hanya barang A, mengekspor sebagian
barang A ke negara kedua, dan mengimpor barang B dari negara kedua.
Sebaliknya,
negara kedua akan memproduksi hanya barang B, mengekspor sebagian barang B ke
negara pertama, dan akan mengimpor sebagian barang A dari negara pertama.
Akibatnya, tingkat produksi secara keseluruhan akan meningkat (karena
masing-masing negara mengambil spesialisasi untuk memproduksi barang yang
mereka dapat produksi dengan lebih efisien) dan pada saat yang bersamaan volume
perdagangan antara kedua negara tersebut akan meningkat juga (dibandingkan
dengan apabila kedua negara tersebut memproduksi kedua jenis barang dan tidak
melakukan perdagangan).
Saat ini
AFTA sudah hampir seluruhnya diimplementasikan. Dalam perjanjian perdagangan
bebas tersebut, tarif impor barang antarnegara ASEAN secara berangsur-angsur
telah dikurangi. Saat ini tarif impor lebih dari 99 persen dari barang-barang
yang termasuk dalam daftar Common Effective Preferential Tariff (CEPT) di
negara-negara ASEAN-6 (Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan
Thailand) telah diturunkan menjadi 5 persen hingga 0 persen.
Sesuai
dengan teori yang dibahas di atas, AFTA tampaknya telah dapat meningkatkan
volume perdagangan antarnegara ASEAN secara signifikan. Ekspor Thailand ke
ASEAN, misalnya, mengalami pertumbuhan sebesar 86,1 persen dari tahun 2000 ke
tahun 2005. Sementara itu, ekspor Malaysia ke negara-negara ASEAN lainnya telah
mengalami kenaikan sebesar 40,8 persen dalam kurun waktu yang sama.
Adanya AFTA
telah memberikan kemudahan kepada negara-negara ASEAN untuk memasarkan
produk-produk mereka di pasar ASEAN dibandingkan dengan negara-negara
non-ASEAN. Untuk pasar Indonesia, kemampuan negara-negara ASEAN dalam melakukan
penetrasi pasar kita bahkan masih lebih baik dari China. Hal ini terlihat dari
kenaikan pangsa pasar ekspor negara ASEAN ke Indonesia yang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan kenaikan pangsa pasar China di Indonesia.
Pada tahun
2001 pangsa pasar ekspor negara-negara ASEAN di Indonesia mencapai 17,6 persen.
Implementasi AFTA telah meningkatkan ekspor negara-negara ASEAN ke Indonesia.
Akibatnya, pangsa pasar ASEAN di Indonesia meningkat dengan tajam. Dan pada
tahun 2005 pangsa pasar negara-negara ASEAN di Indonesia mencapai 29,5 persen.
Berbeda
dengan anggapan kita selama ini bahwa ternyata daya penetrasi produk-produk
China di Indonesia tidak setinggi daya penetrasi produk-produk negara ASEAN.
Pada tahun 2001 China menguasai sekitar 6,0 persen dari total impor Indonesia.
Pada tahun 2005 baru mencapai 10,1 persen, masih jauh lebih rendah dari pangsa
pasar negara-negara ASEAN. Jadi, saat ini produk-produk dari negara ASEAN lebih
menguasai pasar Indonesia dibandingkan dengan produk-produk dari China.
Sebaliknya,
berbeda dengan negara-negara ASEAN yang lain, tampaknya belum terlalu
diperhatikan potensi pasar ASEAN, dan lebih menarik dengan pasar-pasar
tradisional, seperti Jepang dan Amerika Serikat. Hal ini terlihat dari pangsa
pasar ekspor kita ke negara-negara ASEAN yang tidak mengalami kenaikan yang
terlalu signifikan sejak AFTA dijalankan. Pada tahun 2000, misalnya, pangsa
pasar ekspor Indonesia di Malaysia mencapai 2,8 persen. Dan pada tahun 2005
hanya meningkat menjadi 3,8 persen. Hal yang sama terjadi di pasar
negara-negara ASEAN lainnya.
Produsen
internasional tidak harus mempunyai pabrik di setiap negara untuk dapat
menyuplai produknya ke negara-negara tersebut. Produsen internasional dapat
memilih satu negara di kawasan ini untuk dijadikan basis produksinya dan
memenuhi permintaan produknya di negara di sekitarnya dari negara basis
tersebut. Turunnya tarif impor antarnegara ASEAN membuat kegiatan ekspor-impor
antarnegara ASEAN menjadi relatif lebih murah dari sebelumnya. Tentunya negara
yang dipilih sebagai negara basis suatu produk adalah yang dianggap dapat
membuat produk tersebut dengan lebih efisien (spesialisasi).
Negara-negara
di kawasan ini tentunya berebut untuk dapat menjadi pusat produksi untuk
melayani pasar ASEAN karena semakin banyak perusahaan yang memilih negara
tersebut untuk dijadikan pusat produksi, akan semakin banyak lapangan kerja
yang tersedia. Sayangnya, Indonesia tampaknya masih tertinggal dalam
menciptakan daya tarik untuk dijadikan pusat produksi.
Infrastruktur dan sumber daya
manusia (SDM) Indonesia dinilai belum siap menghadapi ASEAN Free Trade Area
(AFTA) atau pasar bebas ASEAN mulai 2015. “Kita semua tahu bagaimana kualitas
SDM dan infrastruktur kita, padahal pasar bebas ASEAN itu tidak lama lagi,”
kata pengamat politik ekonomi internasional UI, Beginda Pakpahan, di Jakarta.
Ia mengatakan pada dasarnya FTA (Free Trade Area) sangat potensial untuk
memperluas jejaring pasar sekaligus menambah insentif, karena tidak adanya lagi
pembatasan kuota produk.
Namun, bagi
Indonesia bukan melulu keuntungan, sebab FTA juga bisa menjadi ancaman bila
pemerintah RI tidak mempersiapkan SDM dan infrastruktur dalam negeri. Dampak
terburuk justru mengancam masyarakat lapisan paling bawah, seperti petani gurem
dan pedagang kecil. Saat ini Indonesia setidaknya berada di peringkat keenam di
ASEAN di luar negara-negara yang baru bergabung (Kamboja, Vietnam, Laos, dan
Myanmar).
Selain SDM,
infrastruktur di tanah air juga belum mendukung untuk menghadapi AFTA.
Indonesia harus bisa menjadi pengelola atau tidak melulu menjadi broker atau
mediator dalam perdagangan bebas. Agenda terdekat menjelang era pasar bebas,
Indonesia harus bisa membenahi dan menyelesaikan kepemimpinan nasional,
mewujudkan “good corporate governance“, dan membenahi birokrasi
sekaligus memberantas korupsi. Selain itu, DPR juga harus sejalan dengan
pemerintah dalam masa-masa krisis dan membenahi jajaran TNI/POLRI.
Opini :
Perdagangan
internasional ini dapat menjadikan ajang yang bagus untuk meningkatkan daya
saing ekonomi di ASEAN, Kerjasama dalam menjalankan bisnis
semakin terbuka dengan beraliansi dengan pelaku bisnis di negara anggota ASEAN
lainnya. Tetapi dalam masalah ini para produsen/pengusaha indonesia harus
bekerja keras agar dapat bersaing di perdagangan internasional ini karena jika
tidak bisa saja indonesia hanya akan menjadi pasar perdagangan untuk para asean
atau negara-negara yang lainnya tanpa menghasilkan produk. Maka dari itu
indonesia diharapkan untuk meningkatkan sumber daya manusia agar menciptakan
produk-produk yang berkualitas tinggi, dan dapat memenuhi kebutuhan
masyrakatnya jangan sampai kalah bersaing dengan negara-negara yang lainnya,
juga meningkatkan hukum yang ada di indonesia, jangan sampai para koruptor
terus-terusan meraja lela, kalau masih ada yang korupsi bagaimana mau memajukan
negara ini, disiplin dan juga tegas, dan kita juga sebagai masyarakat indonesia
haruslah bekerjasama tingkatkan kualitas sumber daya manusia dan kita harus
optimis guna membangun indonesia yang jauh lebih baik dari sekarang.
2. ACFTA
Kawasan Perdagangan Bebas
ASEAN–Tiongkok (ASEAN–China Free Trade Area, ACFTA), adalah suatu kawasan perdagangan bebas di antara
anggota-anggota ASEAN dan Tiongkok. Kerangka kerjasama kesepakatan ini ditandatangani di Phnom Penh, Cambodia, 4 November 2002, dan ditujukan bagi pembentukan
kawasan perdagangan bebas pada tahun 2010, tepatnya
1 Januari 2010. Setelah
pembentukannya ini ia menjadi kawasan perdagangan bebas terbesar sedunia dalam
ukuran jumlah penduduk dan ketiga terbesar dalam ukuran volume
perdagangan, setelah Kawasan Perekonomian Eropa dan NAFTA.
ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan tindak lanjut dari kesepakatan antara negara-negara
ASEAN dengan Republik Rakyat China mengenai Framework Agreement on Comprehensive
Economic Co-operation between the Association of South East Asian Nations and
the People’s Republic of China (“Framework Agreement”), yang ditandatangani di Phnom Penh, pada 4 Nopember 2002.
Tujuan Framework Agreement
ACFTA adalah:
(a) memperkuat dan meningkatkan kerjasama
perdagangan kedua pihak;
(b) meliberalisasikan perdagangan barang
dan jasa melalui pengurangan atau penghapusan tarif;
(c) mencari area baru dan mengembangkan
kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan kedua pihak;
(d) memfasilitasi integrasi ekonomi yang
lebih efektif dengan negara anggota baru ASEAN dan menjembatani kesenjangan
yang ada di kedua belah pihak.
Dalam Framework Agreement,
para pihak menyepakati untuk memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi
melalui:
1. Penghapusan tarif dan hambatan non tarif
dalam perdagangan barang;
2. Liberalisasi secara progressif barang dan
jasa;
3. Membangun regim investasi yang kompetitif dan
terbuka dalam rangka ASEAN-China FTA.
Dalam ACFTA disepakati
mengenai penurunan atau penghapusan tarif bea masuk yang terbagi dalam tiga
tahap yaitu:
(a) Tahap I: Early
harvest programme (EHP)
yakni penurunan atau penghapusan bea masuk seperti produk pertanian, kelautan
perikanan, makanan minuman dan lain-lain, yang dilakukan secara bertahap sejak
1 Januari 2004 hingga 0 persen pada 1 Januari 2006.
(b) Tahap II: Penurunan tariff
normal (Normal Track Programme) yang
dikelompokan dalam 5 (lima) kelompok tarif yang dilakukan melalui 4 tahapan dan sensitive
track (Sensitive dan Highly Sensitive) yang terdiri dari 2
jenis.
(c) Tahap III: Pengaturan Surat Keterangan Asal
Barang (SKA) atau Rules of Origin (ROO) yang mengharuskan eksportir
untuk menggunakan Form E SKA agar mendapat konsesi tarif ACFTA.
Sesuai kesepakatan yang
dicapai pada ASEAN-China Summit yang diselenggarakan di Bandar Seri Begawan,
Brunei Darussalam, pada 6 Nopember 2001, ACFTA sudah terbentuk dalam waktu 10
tahun. Atas dasar itulah, ACFTA mulai berlaku per 1 Januari 2010.
Pemerintah
Indonesia mengesahkan Framework Agreement melalui Keppres No. 48 Tahun 2002
tentang Pengesahan Framework Agreement On Comprehensive
Economic Co-Operation Between The Association Of South East Asian Nations And
The People's Republic Of China (Persetujuan
Kerangka Kerja Mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh Antara Negara-Negara
Anggota Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara Dan Republik Rakyat China), pada
15 Juni 2004. Inilah dasar hukum dari pemberlakuan ACFTA di Indonesia.
Pengesahan Framework Agreement melalui
Keppres telah sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 24 Tahun 2000 tentang
Perjanjian Internasional (lihat pasal 11 jo. pasal 10 UU No. 24 Tahun
2000).
DAMPAK ACFTA
Dampak
positif dan negatif acfta bagi indonesia .
dampak positif :
dampak positif :
1.
acfta akan membuat peluang kita untuk menarik
investasi. hasil dariinvestasi tersebut dapat diputar lagi untuk mengekspor
barang-barang ke negara yang tidak menjadi peserta acfta.
2.
dengan adanya acfta dapat meningkatkan volume
perdagangan. hal ini dimotivasi dengan adanya persaingan ketat antara produsen.
sehingga produsen maupun para importir dapat meningkatkan volume perdagangan
yang tidak terlepas dari kualitas sumber yang diproduksi.
3.
acfta akan berpengaruh positif pada proyeksi
laba bumn 2010 secara agregat. namun disamping itu faktor laba bersih,
prosentase pay out ratio atas laba juga menentukan besarnya dividen atas laba
bumn. keoptimisan tersebut, karena denganadanya acfta, bumn akan dapat
memanfaatkan barang modal yang lebih murahdan dapat menjual produk ke cina
dengan tarif yang lebih rendah pula (pemaparan menkeu srimulyani dalam rapat
kerja acfta dengan komisi vi dpr di gedung dpr ri), rabu (20/1). porsi terbesar
(91 persen) penerimaan pemerintah atas laba bumn saat ini berasal dari bumn
sektor pertambangan, jasa keuangan dan perbankan dan telekomunikasi.
bumntersebut membutuhkan impor barang modal yang cukup signifikan dan dapat
menjual sebagian produknya ke pasar cina.
dampak
negatif :
1.
serbuan produk asing terutama dari cina dapat
mengakibatkan kehancuran sektor-sektor ekonomi yang diserbu. padahal sebelum
tahun 2009 saja indonesia telah mengalami proses deindustrialisasi (penurunan
industri). berdasarkan data kamar dagang dan industri (kadin) indonesia, peran
industri pengolahan mengalami penurunan dari 28,1% pada 2004 menjadi 27,9% pada
2008. diproyeksikan 5 tahun kedepan penanaman modal di sektor industri
pengolahan mengalami penurunan us$ 5miliar yang sebagian besar dipicu oleh
penutupan sentra-sentra usaha strategis ikm(industri kecil menegah). jumlah ikm
yang terdaftar pada kementrian perindustriantahun 2008 mencapai 16.806 dengan
skala modal rp 1 miliar hingga rp 5 miliar. dari jumlah tersebut, 85% di antaranya
akan mengalami kesulitan dalam menghadapi persaingan dengan produk dari cina.
2.
pasar dalam negeri yang diserbu produk asing
dengan kualitas dan harga yang sangat bersaing akan mendorong pengusaha dalam
negeri berpindah usaha dari produsen di berbagai sektor ekonomi menjadi
importir atau pedagang saja. sebagai contoh, harga tekstil dan produk tekstik
(tpt) cina lebih murah antara 15% hingga25%. menurut wakil ketua umum asosiasi
pertekstilan indonesia (api), ade sudrajatusman, selisih 5% saja sudah membuat industri
lokal kelabakan, apalagi perbedaannya besar. gejala inilah yang mulai tampak
sejak awal tahun 2010. misal, para pedagang jamu sangat senang dengan
membanjirnya produk jamu cina secara legal yang harganyamurah dan dianggap
lebih manjur dibandingkan dengan jamu lokal. akibatnya, produsen jamu lokal
terancam gulung tikar.
3.
karakter perekomian dalam negeri akan semakin
tidak mandiri dan lemah.segalanya bergantung pada asing. bahkan produk “tetek
bengek” seperti jarum saja harus diimpor. jika banyak sektor ekonomi bergantung
pada impor, sedangkan sektor-sektor vital ekonomi dalam negeri juga sudah
dirambah dan dikuasai asing, makaapalagi yang bisa diharapkan dari kekuatan
ekonomi indonesia
4.
jika di dalam negeri saja kalah bersaing,
bagaimana mungkin produk-produk indonesia memiliki kemampuan hebat bersaing di
pasar asean dan cina? Data menunjukkan bahwa tren pertumbuhan ekspor non-migas
indonesia ke cina sejak 2004 hingga 2008 hanya 24,95%, sedangkan tren
pertumbuhan ekspor cina ke Indonesia mencapai 35,09%. kalaupun ekspor indonesia
bisa digenjot, yang sangat mungkin berkembang adalah ekspor bahan mentah,
bukannya hasil olahan yang memiliki nilai tambah seperti ekspor hasil industri.
pola ini malah sangat digemari oleh cina yang memang sedang “haus” bahan mentah
dan sumber energi untuk menggerakkan ekonominya.
5.
peranan produksi terutama sektor industri
manufaktur dan ikm dalam pasar nasional akan terpangkas dan digantikan impor.
dampaknya, ketersediaan lapangan kerja semakin menurun. padahal setiap tahun
angkatan kerja baru bertambah lebih dari 2 juta orang, sementara pada periode
agustus 2009 saja jumlah pengangguran terbuka di indonesia mencapai 8,96 juta
orang. inilah dampak acfta terhadap perekonomian di indonesia yang penulis
dapat kemukakan.
Opini :
ACFTA bisa menjadi
sesuatu yang mampu berpotensi membangun perekonomian Indonesia dengan baik
apabila segala sesuatunya dapat tercapai sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan, namun pada kenyataannya ACFTA banyak membawa dampak negative bagi
Indonesia. Tidak diseimbanginya sumber daya manusia yang belum mampu menjadikan
bahan mentah menjadi bahan jadi sehingga harus di ekspor terlebih dahulu ke Negara
yang dapat membuat menjadi barang jadi, lalu di impor kembali tentunya dengan
harga yang lebih mahal, itu merupakan suatu yang merugikan bagi Indonesia. Di tambah
lagi harga produk lebih murah yang diimpor dari China membuat produk Indonesia
menjadi kurang diminati. Pemerintah Indonesia harus terus mengevaluasi system perdagangan
internasional ACFTA terhadap Indonesia, supaya bisa terus diperbaiki apa apa
saja yang bisa dilakukan industry besar maupun kecil untuk bisa menghasilkan
barang untuk Negara sendiri dan tetunya bisa diekspor ke ACFTA
MEA
(MASYARAKAT EKONOMI ASEAN)
MEA
adalah bentuk integrasi ekonomi ASEAN dalam artian adanya system perdagaangan
bebas antara Negara-negara asean. Indonesia dan sembilan negara anggota ASEAN
lainnya telah menyepakati perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN
Economic Community (AEC).
Pada
KTT di Kuala Lumpur pada Desember 1997 Para Pemimpin ASEAN memutuskan untuk
mengubah ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur, dan sangat kompetitif
dengan perkembangan ekonomi yang adil, dan mengurangi kemiskinan dan
kesenjangan sosial-ekonomi (ASEAN Vision 2020)
Pada KTT Bali pada bulan Oktober 2003, para pemimpin ASEAN menyatakan bahwa Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan menjadi tujuan dari integrasi ekonomi regional pada tahun 2020, ASEAN Security Community dan Komunitas Sosial-Budaya ASEAN dua pilar yang tidak terpisahkan dari Komunitas ASEAN. Semua pihak diharapkan untuk bekerja secara yang kuat dalam membangun Komunitas ASEAN pada tahun 2020.
Selanjutnya, Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN yang diselenggarakan pada bulan Agustus 2006 di Kuala Lumpur, Malaysia, sepakat untuk memajukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dengan target yang jelas dan jadwal untuk pelaksanaan.
Pada KTT ASEAN ke-12 pada bulan Januari 2007, para Pemimpin menegaskan komitmen mereka yang kuat untuk mempercepat pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015 yang diusulkan di ASEAN Visi 2020 dan ASEAN Concord II, dan menandatangani Deklarasi Cebu tentang Percepatan Pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015 Secara khusus, para pemimpin sepakat untuk mempercepat pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN pada tahun 2015 dan untuk mengubah ASEAN menjadi daerah dengan perdagangan bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal yang lebih bebas.
Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) adalah realisasi tujuan akhir dari integrasi ekonomi yang
dianut dalam Visi 2020, yang didasarkan pada konvergensi kepentingan
negara-negara anggota ASEAN untuk memperdalam dan memperluas integrasi ekonomi
melalui inisiatif yang ada dan baru dengan batas waktu yang jelas. dalam
mendirikan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), ASEAN harus bertindak sesuai dengan
prinsip-prinsip terbuka, berorientasi ke luar, inklusif, dan berorientasi pasar
ekonomi yang konsisten dengan aturan multilateral serta kepatuhan terhadap
sistem untuk kepatuhan dan pelaksanaan komitmen ekonomi yang efektif
berbasis aturan.
Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) akan membentuk ASEAN sebagai pasar dan basis produksi
tunggal membuat ASEAN lebih dinamis dan kompetitif dengan mekanisme dan
langkah-langkah untuk memperkuat pelaksanaan baru yang ada inisiatif ekonomi;
mempercepat integrasi regional di sektor-sektor prioritas; memfasilitasi
pergerakan bisnis, tenaga kerja terampil dan
bakat; dan memperkuat kelembagaan mekanisme ASEAN. Sebagai langkah awal untuk
mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN,
Pada saat yang sama, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan mengatasi kesenjangan pembangunan dan mempercepat integrasi terhadap Negara Kamboja, Laos, Myanmar dan VietNam melalui Initiative for ASEAN Integration dan inisiatif regional lainnya.
Bentuk Kerjasamanya adalah :
- Pengembangan sumber daya
manusia dan peningkatan kapasitas;
- Pengakuan kualifikasi
profesional;
- Konsultasi lebih dekat pada
kebijakan makro ekonomi dan keuangan;
- Langkah-langkah pembiayaan
perdagangan;
- Meningkatkan infrastruktur
- Pengembangan transaksi
elektronik melalui e-ASEAN;
- Mengintegrasikan industri di
seluruh wilayah untuk mempromosikan sumber daerah;
- Meningkatkan keterlibatan
sektor swasta untuk membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Pentingnya perdagangan
eksternal terhadap ASEAN dan kebutuhan untuk Komunitas ASEAN secara keseluruhan
untuk tetapmelihat kedepan,
karakteristik utama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA):
karakteristik utama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA):
- Pasar dan basis produksi tunggal,
- Kawasan ekonomi yang
kompetitif,
- Wilayah pembangunan ekonomi
yang merata
- Daerah terintegrasi penuh dalam
ekonomi global.
Karakteristik
ini saling berkaitan kuat. Dengan Memasukkan unsur-unsur yang dibutuhkan dari
masing-masing karakteristik dan harus memastikan konsistensi dan keterpaduan
dari unsur-unsur serta pelaksanaannya yang tepat dan saling mengkoordinasi di
antara para pemangku kepentingan yang relevan.
Memang tujuan dibentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) untuk
meningkatkan stabilitas perekonomian dikawasan ASEAN, serta diharapkan
mampu mengatasi masalah-masalah dibidang ekonomi antar negara ASEAN.
ASEAN merupakan kekuatan
ekonomi ketiga terbesar setelah Jepang dan Tiongkok, di mana terdiri dari 10
Negara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, thailand, Brunei
Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja.
Pembentukan Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) berawal dari kesepakatan para pemimpin ASEAN dalam Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) pada Desember 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia. Kesepakatan
ini bertujuan meningkatkan daya saing ASEAN serta bisa menyaingi Tiongkok dan
India untuk menarik investasi asing. Modal asing dibutuhkan untuk meningkatkan
lapangan pekerjaan dan kesejahteraan warga ASEAN.
Pada KTT selanjutnya yang
berlangsung di Bali Oktober 2003, petinggi ASEAN mendeklarasikan bahwa pembentukan
MEA pada tahun 2015.
Ada beberapa dampak dari
konsekuensi MEA, yakni dampak aliran bebas barang bagi negara-negara ASEAN,
dampak arus bebas jasa, dampak arus bebas investasi, dampak arus tenaga kerja
terampil, dan dampak arus bebas modal.
Tidak hanya dampak, ada
beberapa hambatan Indonesia untuk menghadapi MEA.
1. Mutu pendidikan tenaga kerja masih rendah, di mana hingga
Febuari 2014 jumlah pekerja berpendidikan SMP atau dibawahnya tercatat sebanyak
76,4 juta orang atau sekitar 64 persen dari total 118 juta pekerja di
Indonesia.
2. Ketersediaan dan kualitas infrastuktur
masih kurang sehingga memengaruhi kelancaran arus barang dan jasa.
3. Sektor industri yang rapuh
karena ketergantungan impor bahan baku dan setengah jadi.
4. Keterbatasan pasokan energi.
5. Lemahnya Indonesia menghadapi serbuan impor, dan sekarang
produk impor Tiongkok sudah membanjiri Indonesia.
Opini :
Masyarakat Ekonomi Asean akan dihadapi Negara-negara
di ASEAN, Indonesia termasuk didalamnya. Kita sebagai masyarakat Indonesia harus
optimis bahwa MEA akan mampu mengurangi masalah-masalah ekonomi. Masyarakat Indonesia harus terbiasa menggunakan prouk
dalam negeri, agar bisa megurangi impor dari Negara China. Sehingga dapat
menguntungkan masyarakatnya sendiri. Pemerintah juga harus membangun
infrastuktur, meningkatkan kualitas pendidikan yang akan menghasilkan sumber
daya manusia yang berpotensial dan mampu bersaing dengan masyarakat ASEAN
lainnya. Terus berpegang teguh pada tujuan tujan agar dapat mencapai apa yang
telah diharapkan dari adanya MEA ini. Pemerintah dan masyarakat harus bekerja
dan berusaha dengan sungguh-sungguh demi terciptanya ekonomi yang lebih baik
lagi dari sebelumnya.
Ref
http://seputarpengertian.blogspot.com/2014/08/Pengertian-karakteristik-masyarakat-ekonomi-asean.html