VI.
Etika
dalam Auditing
Pada masa sekarang ini, etika sangat diperlukan setiap
orang dalam berperilaku. Dalam berbagai hal etika sangat dijunjung tinggi oleh
kebanyakan orang. Etika dianggap sebagai sesutu yang bernilai tinggi dalam
kehidupan sehari-hari begitu juga dalam proses auditing. Saat melakukan proses
auditing, seorang auditor dituntut untuk bisa bekerja dan bertindak secara
profesional sesuai dengan etika dan aturan yang ada. Etika dan aturan yang
harus ditaati seorang auditor telah ditetapkan oleh pasar modal dan Badan
Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). Keputusan yang nantinya diambil oleh seorang
auditor sangat berpengaruh kepada publik dan para pengguna keputusan. Untuk itu
seorang auditor diharapkan dapat melaksanakan etika dalam auditing yang dilakukan.
Etika dalam audit dapat diartikan sebagai suatu
prinsip yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen untuk
melakukan suatu proses yang sistematis dalam proses pengumpulan dan
pengevaluasian bahan bukti secara objektif tentang informasi yang dapat diukur
mengenai asersi-asersi suatu entitas ekonomi, dengan tujuan untuk menentukan
dan metepkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut, serta melaporkan
kesesuaian informasi tersebut kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Auditor harus
bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit dengan tujuan untuk
memperoleh keyakinan memadai mengenai apakah laporan keuangan bebas dari salah
saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.
1. Kepercayaan Publik
Profesi
seorang akuntan memegang peranan penting di masyarakat. Hal ini menyebabkan
ketergantungan dari tanggung jawab seorang akuntan terhadap kepentingan publik,
dimana kepentingan publik tersebut merupakan kepentingan masyarakat umum dan
institusi yang pelayanannya dilakukan secara menyeluruh. Ketergantungan ini
berhubungan dengan sikap dan tingkah laku akuntan dalam melakukan pelayanan
jasanya kepada publik yang berpengaruh pada kesejahteraan ekonomi masyarakat
dan negara.
Kepercayaan
masyarakat umum sebagai pengguna jasa audit atas independen sangat
penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat akan
menurun jika terdapat bukti bahwa independensi auditor ternyata berkurang,
bahkan kepercayaan masyarakat juga bisa menurun disebabkan oleh keadaan mereka
yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap dapat mempengaruhi sikap
independensi tersebut. Untuk menjadi independen, auditor harus secara
intelektual jujur, bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak
mempunyai suatu kepentingan dengan kliennya baik merupakan manajemen perusahaan
atau pemilik perusahaan. Kompetensi dan independensi yang dimiliki oleh auditor
dalam penerapannya akan terkait dengan etika. Akuntan mempunyai kewajiban untuk
menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka
bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri dimana akuntan
mempunyai tanggung jawab menjadi kompeten dan untuk menjaga integritas dan
obyektivitas mereka.
2.
Tanggung
Jawab Auditor kepada Publik
Profesi
akuntan di dalam masyarakat memiliki peranan yang sangat penting dalam
memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib dengan menilai kewajaran
dari laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan. Ketergantungan antara
akuntan dengan publik menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan
publik. Dalam kode etik diungkapkan, akuntan tidak hanya memiliki tanggung
jawab terhadap klien yang membayarnya saja, akan tetapi memiliki tanggung jawab
juga terhadap publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan
masyarakat dan institusi yang dilayani secara keseluruhan. Publik akan
mengharapkan akuntan untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan integritas,
obyektifitas, keseksamaan profesionalisme, dan kepentingan untuk melayani
publik. Para akuntan diharapkan memberikan jasa yang berkualitas, mengenakan
jasa imbalan yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa dengan tingkat
profesionalisme yang tinggi. Atas kepercayaan publik yang diberikan inilah
seorang akuntan harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasinya untuk
mencapai profesionalisme yang tinggi.
Justice
Buger mengungkapkan bahwa akuntan publik yang independen dalam memberikan
laporan penilaian mengenai laporan keuangan perusahaan memandang bahwa tanggung
jawab kepada publik itu melampaui hubungan antara auditor dengan kliennya.
Akuntan publik yang independen memiliki fungsi yang berbeda, tidak hanya patuh
terhadap para kreditur dan pemegang saham saja, akan tetapi berfungsi sebagai
”a public watchdog function”. Dalam menjalankan fungsi tersebut seorang akuntan
harus mempertahankan independensinya secara keseluruhan di setiap waktu dan
memenuhi kesetiaan terhadap kepentingan publik. Hal ini membuat konflik
kepentingan antara klien dan publik mengenai konfil loyalitas auditor.
Hal serupa juga
diungkapan oleh Baker dan Hayes, bahwa seorang akuntan publik diharapkan
memberikan pelayanan yang profesional dengan cara yang berbeda untuk
mendapatkan keuntungan dari contractual arragment antara akuntan publik dan
klien.
Ketika
auditor menerima penugasan audit terhadap sebuah perusahaan, hal ini membuat
konsequensi terhadap auditor untuk bertanggung jawab kepada publik. Penugasan
untuk melaporkan kepada publik mengenai kewajaran dalam gambaran laporan
keuangan dan pengoperasian perusahaan untuk waktu tertentu memberikan
”fiduciary responsibility” kepada auditor untuk melindungi kepentingan publik
dan sikap independen dari klien yang digunakan sebagai dasar dalam menjaga
kepercayaan dari publik.
3.
Tanggung
Jawab Dasar Auditor
The Auditing Practice Committee, yang merupakan
cikal bakal dari Auditing Practices Board, di tahun 1980, memberikan ringkasan
(summary) tanggung jawab auditor :
a.
Perencanaan, Pengendalian, dan
Pencatatan
Auditor perlu merencanakan, mengendalikan, dan
mencatat pekerjaannya.
b.
Sistem Akuntansi
Auditor
harus dapat mengetahui dengan pasti bagaimana sistem pencatatan dan pemrosesan
transaksi dan memiliki kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan keuangan.
c.
Bukti Audit
Auditor akan
memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk dapat memberikan
kesimpulan rasional.
d.
Pengendalian Intern
Apabila
auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan kepada pengendalian internal,
maka hendaknya harus dapat memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan
melakukan compliance test.
e.
Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang
Relevan
Auditor
dapat melaksanakan tinjauan ulang mengenai laporan keuangan yang relevan dengan
seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan yang diambil berdasarkan bahan
bukti audit lain yang didapatkan dan untuk memberi dasar rasional atas pendapat
mengenai laporan keuangan.
4.
Independensi
Auditor
Independensi adalah keadaan bebas dari pengaruh, tidak
dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain (Mulyadi dan
Puradireja, 2002: 26). Auditor diharuskan bersikap independen, artinya tidak
mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum
(dibedakan di dalam hal ia berpraktik sebagai auditor intern). Tiga aspek
independensi seorang auditor, yaitu sebagai berikut :
a.
Independensi dalam Fakta
(Independence in fact) : Artinya auditor harus mempunyai kejujuran yang tinggi,
keterkaitan yang erat dengan objektivitas.
b.
Independensi dalam Penampilan
(Independence in appearance) : Artinya pandangan pihak lain terhadap diri
auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit.
c.
Independensi dari sudut Keahliannya
(Independence in competence) : Independensi dari sudut pandang keahlian terkait
erat dengan kecakapan profesional auditor.
Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor
independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran,
dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas,
dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan
pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan tidak
memberikan pendapat. Baik dalam hal auditor menyatakan pendapat maupun
menyatakan tidak memberikan pendapat, ia harus menyatakan apakah auditnya telah
dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan
Indonesia. Standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Indonesia
mengharuskan auditor menyatakan apakah, menurut pendapatnya, laporan keuangan
disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia dan
jika ada, menunjukkan adanya ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi
dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan
penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
5.
Peraturan
Pasar Modal dan Regulator mengenai Independensi Akuntan Publik
Pada tanggal 28 Februari 2011, Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam dan LK) telah menerbitkan peraturan yang
mengatur mengenai independensi akuntan yang memberikan jasa di pasar modal, yaitu
dengan berdasarkan Peraturan Nomor VIII.A.2 lampiran Keputusan Ketua Bapepam
dan LK Nomor : Kep-86/BL/2011 tentang Independensi Akuntan Yang Memberikan Jasa
di Pasar Modal.
Seperti yang disiarkan dalam Press Release Bapepam LK
pada tanggal 28 Februari 2011, Peraturan Nomor VIII.A.2 tersebut merupakan
penyempurnaan atas peraturan yang telah ada sebelumnya dan bertujuan untuk
memberikan kemudahan bagi Kantor Akuntan Publik atau Akuntan Publik dalam
memberikan jasa profesional sesuai bidang tugasnya.
Ketentuan-ketentuan yang telah dikeluarkan oleh
Bapepam antara lain adalah Peraturan Nomor: VIII.A.2/Keputusan Ketua Bapepam
Nomor: Kep-20/PM/2002 tentang Independensi Akuntan yang Memberikan Jasa Audit
Di Pasar Modal.
1.
Dalam Peraturan ini yang dimaksud
dengan:
a.
Periode Audit adalah periode yang
mencakup periode laporan keuangan yang menjadi objek audit, review, atau
atestasi lainnya.
b.
Periode Penugasan Profesional adalah
periode penugasan untuk melakukan pekerjaan atestasi termasuk menyiapkan
laporan kepada Bapepam dan LK.
c.
Anggota Keluarga Dekat adalah istri
atau suami, orang tua, anak baik di dalam maupun di luar tanggungan, dan
saudara kandung.
d.
Fee Kontinjen adalah fee yang
ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional yang hanya akan dibebankan
apabila ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah fee tergantung pada temuan
atau hasil tertentu tersebut.
e.
Orang Dalam Kantor Akuntan Publik
adalah:
1)
Orang yang termasuk dalam penugasan
audit, review, atestasi lainnya, dan/atau non atestasi yaitu: rekan, pimpinan, karyawan
profesional; dan/atau, penelaah, yang terlibat dalam penugasan.
2)
Orang yang termasuk dalam rantai
pelaksana/perintah yaitu pimpinan Kantor Akuntan Publik dan semua orang yang:
a)
Mengawasi atau mempunyai tanggung
jawab manajemen secara langsung terhadap audit.
b)
Mengevaluasi kinerja atau
merekomendasikan kompensasi bagi rekan dalam penugasan audit.
c)
Menyediakan pengendalian mutu atau
pengawasan lain atas audit.
3)
Setiap rekan lainnya, pimpinan, atau
karyawan profesional lainnya dari Kantor Akuntan Publik dan afiliasi dari
Kantor Akuntan Publik yang telah memberikan jasa-jasa audit, review, atestasi
lainnya, dan/atau non atestasi kepada klien.
4)
Karyawan Kunci adalah orang
perseorangan yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk merencanakan,
memimpin, dan mengendalikan kegiatan perusahaan pelapor yang meliputi anggota
Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan manajer dari perusahaan.
2.
Jangka waktu Periode Penugasan
Profesional
a.
Periode Penugasan Profesional
dimulai sejak dimulainya pekerjaan lapangan atau penandatanganan penugasan,
mana yang lebih dahulu.
b.
Periode Penugasan Profesional
berakhir pada saat tanggal laporan Akuntan atau pemberitahuan secara tertulis
oleh Akuntan atau klien kepada Bapepam dan LK bahwa penugasan telah selesai,
mana yang lebih dahulu.
3.
Dalam memberikan jasa profesional,
khususnya dalam memberikan opini, Akuntan wajib mempertahankan sikap
independen. Akuntan tidak independen apabila selama Periode Audit dan selama
Periode Penugasan Profesionalnya, baik Akuntan, Kantor Akuntan Publik, maupun
Orang Dalam Kantor Akuntan Publik:
1.
Mempunyai kepentingan keuangan
langsung atau tidak langsung yang material pada klien, seperti:
a.
Investasi pada klien.
Kepentingan
keuangan lain pada klien yang dapat menimbulkan benturan kepentingan.
b. Mempunyai
hubungan pekerjaan dengan klien, seperti:
·
Merangkap sebagai Karyawan Kunci
pada klien.
·
Memiliki Anggota Keluarga Dekat yang
bekerja pada klien sebagai Karyawan Kunci dalam bidang akuntansi atau keuangan.
·
Mempunyai mantan rekan atau karyawan
profesional dari Kantor Akuntan Publik yang bekerja pada klien sebagai Karyawan
Kunci dalam bidang akuntansi atau keuangan, kecuali setelah lebih dari satu
tahun tidak bekerja lagi pada Kantor Akuntan Publik yang bersangkutan.
·
Mempunyai rekan atau karyawan profesional
dari Kantor Akuntan Publik yang sebelumnya pernah bekerja pada klien sebagai
Karyawan Kunci dalam bidang akuntansi atau keuangan, kecuali yang bersangkutan
tidak ikut melaksanakan audit terhadap klien tersebut dalam Periode Audit.
c.
Mempunyai hubungan usaha secara
langsung atau tidak langsung yang material dengan klien, atau dengan Karyawan
Kunci yang bekerja pada klien, atau dengan pemegang saham utama klien. Hubungan
usaha dalam butir ini tidak termasuk hubungan usaha dalam hal Akuntan, Kantor Akuntan
Publik, atau Orang Dalam Kantor Akuntan Publik memberikan jasa audit, review,
atestasi lainnya, dan/atau non atestasi kepada klien, atau merupakan konsumen
dari produk barang atau jasa klien dalam rangka menunjang kegiatan rutin.
d.
Memberikan jasa non atestasi kepada
klien seperti:
a.
Pembukuan atau jasa lain yang
berhubungan dengan catatan akuntansi klien atau laporan keuangan.
b.
Desain sistem informasi keuangan dan
implementasi.
c. Audit
internal.
d.
Konsultasi manajemen.
e.
Konsultasi sumber daya manusia.
f.
Penasihat keuangan.
g.
Jasa perpajakan, kecuali telah
memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Komite Audit.
h.
Jasa-jasa lain yang dapat
menimbulkan benturan kepentingan.
e.
Memberikan jasa atau produk kepada
klien dengan dasar Fee Kontinjen atau komisi, atau menerima Fee Kontinjen atau
komisi dari klien, kecuali Fee Kontinjen ditetapkan oleh pengadilan sebagai
hasil penyelesaian hukum, temuan badan pengatur dan/atau perpajakan.
f.
Memiliki sengketa hukum dengan
klien.
4.
Persetujuan atas jasa non atestasi
sebagaimana yang dimaksud dalam angka 3 huruf d butir 7) wajib diungkapkan pada
laporan berkala kegiatan Akuntan sebagaimana diatur dalam Peraturan Nomor
X.J.2.
5.
Sistem Pengendalian Mutu
Kantor
Akuntan Publik wajib mempunyai sistem pengendalian mutu dengan tingkat keyakinan
yang memadai bahwa Kantor Akuntan Publik atau karyawannya dapat menjaga sikap
independen dengan mempertimbangkan ukuran dan sifat praktik dari Kantor Akuntan
Publik tersebut.
6.
Pembatasan Penugasan Audit
a.
Pemberian jasa audit umum atas
laporan keuangan klien hanya dapat dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik paling
lama untuk 6 (enam) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan paling
lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut.
b.
Kantor Akuntan Publik dan Akuntan
dapat menerima penugasan audit kembali untuk klien tersebut setelah satu tahun
buku tidak mengaudit klien tersebut.
c.
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b tidak berlaku bagi laporan keuangan interim yang diaudit
untuk kepentingan Penawaran Umum.
d.
Kantor Akuntan Publik yang
memberikan jasa di Pasar Modal yang melakukan perubahan komposisi Akuntan
sehingga jumlah Akuntannya 50% (lima puluh perseratus) atau lebih berasal dari
Kantor Akuntan Publik yang telah memberikan jasa di Pasar Modal, diberlakukan
sebagai kelanjutan Kantor Akuntan Publik asal Akuntan yang bersangkutan dan
tetap diberlakukan pembatasan penyelenggaraan audit atas laporan keuangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
e.
Dalam penerimaan penugasan
profesional, Akuntan wajib mempertimbangkan secara profesional dan memiliki
independensi yang dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana diatur dalam Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP).
f.
Dengan tidak mengurangi berlakunya
ketentuan pidana di bidang Pasar Modal, Bapepam dan LK dapat mengenakan sanksi
terhadap setiap pelanggaran ketentuan Peraturan ini, termasuk kepada Pihak yang
menyebabkan terjadinya pelanggaran tersebut.
VII.
Etika
dalam Kantor Akuntan Publik
1.
Etika
Bisnis Akuntan Publik
Etika profesional dikeluarkan oleh organisasi
bertujuan untuk mengatur perilaku para angota dalam menjalankan praktek
profesinya. Etika profesi bagi praktek akuntan di Indonesia disebut dengan
istilah kode etik dan dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia ( IAI )
ditambah dengan NPA dan SPAP. Kantor akuntan publik merupakan tempat penyediaan
jasa yang dilakukan oleh profesi akuntan publik sesuai dengan Standar Peraturan
Akuntan Publik ( SPAP ). Akuntan publik berjalan sesuai dengan SPAP karena
akuntan publik menjalankan jasa auditing, atestasi, akuntansi dan review serta
jasa akuntansi.
Suatu organisasi profesi memerlukan etika profesional
karena organisasi profesi ini menyediakan jasa kepada masyarakat untuk meneliti
lebih lanjut mengenai suatu hal yang memerlukan penelitian lebih lanjut dimana
akan menghasilkan informasi yang lebih akurat dari hasil penelitian. Jasa
seperti ini memerlukan kepercayaan lebih serius dari mata masyarakat umum terhadap
mutu yang akan diberikan oleh jasa akuntan. Agar kepercayaan masyarakat
terhadap mutu jasa akuntan publik semakin tinggi, maka organisasi profesional
ini memerlukan standar tertentu sebagai pedoman dalam menjalankan kegiatannya.
Prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan itu
sendiri meliputi delapan butir pernyataan (IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007).
Kedelapan butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki
oleh seorang akuntan. Delapan butir tersebut terdeskripsikan sebagai berikut:
a.
Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya
sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan
moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
b.
Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk
senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati
kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
c.
Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan
kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya
dengan integritas setinggi mungkin.
d.
Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga
obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban
profesionalnya.
e.
Kompetensi dan Kehati-hatian
Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai
kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada
tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.
f.
Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati
kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan
tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan,
kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya.
g.
Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku
yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang
dapat mendiskreditkan profesi.
h.
Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan
jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang
relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
2.
Tanggung
Jawab Sosial Kantor Akuntan Publik sebagai Entitas Bisnis
Gagasan bisnis kontemporer sebagai institusi sosial
dikembangkan berdasarkan pada persepsi yang menyatakan bahwa bisnis bertujuan
untuk memperoleh laba. Persepsi ini diartikan secara jelas oleh Milton Friedman
yang mengatakan bahwa tanggung jawab bisnis yang utama adalah menggunakan
sumber daya dan mendesain tindakan untuk meningkatkan laba mengikuti aturan
main bisnis. Dengan demikian, bisnis tidak seharusnya diwarnai dengan penipuan
dan kecurangan. Pada struktur utilitarian diperbolehkan melakukan aktivitas
untuk memenuhi kepentingan sendiri. Untuk memenuhi kepentingan pribadi, setiap
individu memiliki cara tersendiri yang berbeda dan terkadang saling berbenturan
satu sama lain. Menurut Smith, mengejar kepentingan pribadi diperbolehkan
selama tidak melanggar hukum dan keadilan atau kebenaran. Bisnis harus
diciptakan dan diorganisasikan dengan cara yang bermanfaat bagi masyarakat.
Sebagai entitas bisnis layaknya entitas-entitas bisnis
lain, Kantor Akuntan Publik juga dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat,
bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan
lebih kompleks lagi. Artinya, pada Kantor Akuntan Publik juga dituntut
akan suatu tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Namun, pada Kantor Akuntan
Publik bentuk tanggung jawab sosial suatu lembaga bukanlah pemberian sumbangan
atau pemberian layanan gratis. Tapi meliputi ciri utama dari profesi akuntan
publik terutama sikap altruisme, yaitu mengutamakan kepentingan publik dan juga
memperhatikan sesama akuntan publik dibanding mengejar laba.
3.
Krisis dalam
Profesi Akuntansi
Tekanan pemaksimalan profit saat ini membawa profesi
akuntansi kedalam krisis. Profesi dituntut untuk melakukan tindakan dalam
berbagai cara yang dapat menciptakan laba tertinggi agar dapat tetap bersaing
dalam iklim persaingan yang semakin ketat. Dalam hal ini, tindakan-tindakan
yang diambil tersebut justru membuat profesi berada dalam kondisi yang
membahayakan dirinya dan dapat dituntut secara hukum. Namun disisi lain,
akuntan dipaksa untuk tetap bersikap profesional dan dihadapkan pada
serangkaian aturan yang harus ditaati. Akuntan harus tetap objektif , jujur,
adil, tepat, independen, dan berintegritas dalam menjalankan tugasnya.
Motivasi untuk berperilaku etis adalah sangat penting.
Hal ini dikarenakan, dengan berperilaku etis dapat memberikan kontribusi antara
lain; (1) Keuntungan jangka panjang bagi perusahaan; (2) Integritas personal
dan kepuasan bagi orang yang terlibat dalam bisnis tersebut; (3) Kejujuran dan
loyalitas karyawan; (4) Confidence dan kepuasan pelanggan. Ide ini relevan pada
situasi konsumen menyadari perilaku etis dan tanggung jawab sosial perusahaan
kepada masyarakat. Perusahaan seharusnya memperhatikan tanggung jawab sosial.
Hal ini bertujuan untuk mereduksi timbulnya aksi sosial yang menolak keberadaan
suatu perusahaan tersebut. Perusahaan yang berorientasi pada keuntungan jangka
pendek, maka Perusahaan tersebut cenderung kurang memperhatikan masalah etika
dan integritas.
4.
Regulasi
dalam rangka Penegakan Etika Kantor Akuntan Publik
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai satu-satunya
organisasi profesi akuntan di Indonesia telah berupaya untuk melakukan
penegakan etika profesi bagi akuntan publik. Untuk mewujudkan perilaku
profesionalnya, maka IAI menetapkan kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode
etik tersebut dibuat untuk menentukan standar perilaku bagi para akuntan,
terutama akuntan publik. Kode etik IAI terdiri dari:
Prinsip
etika, terdiri dari 8 prinsip etika profesi yang merupakan landasan perilaku
etika profesional, memberikan kerangka dasar bagi aturan etika dan mengatur
pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota yang meliputi tanggung
jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas, kompetensi dan
kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar
teknis.
Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik, terdiri dari independen, integritas dan
objektivitas, standar umum dan prinsip akuntansi, tanggung jawab kepada klien,
tanggung jawab kepada rekan seprofesi, serta tanggung jawab dan praktik lain.
Interpretasi
Aturan Etika, merupakan panduan dalam menerapkan etika tanpa dimaksudkan untuk
membatasi lingkup dan penerapannya. Interpretasi Aturan Etika merupakan
interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah
memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya,
sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi
lingkup dan penerapannya.
Di Indonesia
penegakan kode etik dilaksanakan oleh sekurang-kurangnya enam unit organisasi,
yaitu Kantor Akuntan Publik, Unit Peer Review Kompartemen Akuntan Publik IAI,
Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik IAI, Dewan Pertimbangan
Profesi IAI, Departemen Keuangan RI, dan BPKP. Selain keenam unit organisasi
tadi, pengawasan terhadap kode etik diharapkan dapat dilakukan sendiri oleh
para anggota dan pimpian KAP.
Meskipun
telah dibentuk unit organisasi penegakan etika sebagaimana disebutkan di atas,
namun demikian pelanggaran terhadap kode etik ini masih ada. Dapat disimpulkan
bahwa meskipun IAI telah berupaya melakukan penegakan etika profesi bagi
akuntan, khususnya akuntan publik, namun demikian sikap dan perilaku tidak etis
dari para akuntan publik masih tetap ada.
5.
Peer Review
Review sejawat (peer review) atau
review mutu merupakan tinjauan yang dilakukan oleh akuntan publik tehadap
sistem pengendalian mutu KAP lain. Tujuan review mutu adalah untuk menilai
apakah KAP tersebut telah memiliki kebijakan dan prosedur yang layak untuk
melaksanakan 9 elemen pengendalian mutu dan apakah KAP tersebut telah
melaksanakannya dengan baik.
KAP yang
menjadi anggota Forum Akuntan Pasar Modal harus di review sekurang-kurangnya 3
kali setahun. Umumnya, review dilakukan oleh KAP yang ditunjuk oleh KAP yang
bersangkutan. Untuk sementara ini sebagian besar review mutu dilakukan oleh
BPKP, baik terhadap KAP pasar midal maupun bukan.
Review mutu
bermanfaat bagi profesi maupun bagi perusahaan itu sendiri. Dengan membantu
perusahaan lain untuk memenuhi standar pengendalian mutu, profesi akan
memperoleh keuntungan dari peningkatan kinerja dan audit yang bermutu tinggi.
Perusahaan yang di review pun dapat memperoleh keuntungan apabila mampu
meningkatkan sistem kerja mereka menjadi lebih baik sehingga reputasi dan
efektifitas meningkat dan mengurangi kemungkinan mendapat tuntutan hukum. Tentu
saja review mutu ini membutuhkan biaya. Tetapi, selalu ada timbal balik antara
biaya dan keuntungan.
Referensi :
AICPI, Code of Professional Conduct
Aturan Etika IAI
Kompartemen-Kompartemen diluar IAI KA
Bertens, K. (2000). Pengantar Etika Bisnis.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta
IAI Kode Etik Akuntan
Indonesia Prosiding Kongres VIII IAI, 1998
IAI KAP Aturan Etika
Profesi Akuntan Publik
IFAC Ethics
Committee, IFAC Coe of Ethics for Professional Accountants, International
Federation of Accountants
Ketut Rinjin, “Etika
Bisnis dan Implementasinya”, Gramedia Pustaka Utama Jakarta 2004
Northcott, Paul H, “Ethics
and the Accountant”: Case Studies, Prentice Hall of Astralia, 1994 atau
Edisi Revisi
Sony Keraf. Etika Bisnis: “Tuntutan dan
Relevansinya”, Kanisius, 1998 atau terbaru